TINJAUAN LAJU
SEDIMENTASI DAN SISTEM PENGENDALIAN SEDIMENTASI PADA KANTONG LUMPUR BENDUNG
PERJAYA
OPSDA II BALAI BESAR
WILAYAH SUNGAI SUMATERA VIII
Oleh
SARTIKA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2011
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air
hujan sebagian akan menguap kembali menjadi air
di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian
lagi mengalir di
permukaan. Aliran air di permukaan ini
kemudian akan berkumpul mengalir ke
tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian mengalir ke laut.
Masalah yang terjadi di sungai adalah masalah sedimentasi atau pengendapan yang dapat mengakibatkan pendangkalan pada
sungai. Sedimen atau endapan pada
umumnya diartikan sebagai hasil dari proses pelapukan terhadap suatu
tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi oleh air, angin, dan lain-lain , dan
pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan
(Safitri, 2010).
Claphman
(1973) menyatakan bahwa air sungai mengangkut partikel
lumpur dalam bentuk suspensi, ketika partikel mencapai muara dan
bercampur dengan air laut, partikel lumpur akan membentuk
partikel yang lebih besar dan mengendap di dasar
perairan.
Adapun sedimentasi
sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh
pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang
disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta,
estuaria, laut dangkal sampai laut dalam (Kenley, 1799).
Sedimentasi
(pengendapan) di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut sedimennya
berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari
jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan
sedimen per satuan debit (kapasitas angakutan sedimen relatif) tetap sama atau
sedikit lebih besar.
Berdasarkan
pada jenis dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi bahan, sedimen dapat dibagi atas beberapa klasifikasi yaitu
gravels (kerikil), medium sand (pasir),
silt (lumpur), clay (liat) dan dissolved material (bahan terlarut). Sedimen
merupakan tempat tinggal tumbuhan dan
hewan yang ada di dasar. Sedimen terdiri dari bahan organik yang berasal
dari hewan atau tumbuhan yang membusuk kemudian tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur
dan bahan anorganik yang umumnya berasal dari pelapukan
batuan (Sverdrup, 1966).
Proses terjadinya sedimentasi adalah sebagai berikut.
Debit sungai
yang sedemikian besar, dikala musim hujan, mengakibatkan alur sungai yang ada tidak mampu menampung
jumlah air sungai, air akan meluap keluar menggenangi lingkungan sekitar. Dalam situasi tersebut kecepatan aliran air luapan (banjir)
akan mengalami penurunan karena terhambat oleh
berbagai pematang-pematang, arus dan gelombang laut. Maka akan terjadi proses pelumpuran atau pengendapan material
sedimen di kawasan muara sungai, hal
tersebut menyebabkan bertambah
luasnya daratan di mulut-mulut muara.
Karena tingkat sedimentasi sangat mempengaruhi
laju aliran air irigasi pada saluran sekunder. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk
mempelajari dan membahas beberapa faktor
yang menyebabkan tingkat sedimentasi.
B.
Tujuan
Praktik lapangan ini bertujuan untuk mempelajari tingkat
sedimentasi dalam kaitan operasi jaringan pada Bendung Perjaya OPSDA II Balai
Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII.
A. Proses
Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport
oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat
di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material
yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand
dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari
material-material yang diangkut oleh angin (Avidianto, 2011).
Selain itu, sedimentasi berarti pengendapan atau hal mengendapkan
benda padat karena pengaruh gaya berat. Kerusakan daerah aliran
sungai menyebabkan meningkatnya angkutan sedimen yang terbawa aliran ke saluran
irigasi. Jika kecepatan aliran ini rendah maka akan terjadi proses pengendapan
di saluran irigasi tersebut. Akibatnya, terjadi perubahan pola aliran permukaan
dan peningkatan laju erosi permukaan. Peningkatan laju erosi permukaan
menyebabkan meningkatnya angkutan sedimen yang terbawa aliran ke saluran
irigasi melalui pintu intake di bendung.
Sedimentasi pada saluran disebabkan karena kecepatan
aliran tidak bisa mengangkut partikel sedimen yang ada dalam saluran. Kecepatan
minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan
pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan (0.06 ~ 0.07 mm).
Untuk mengupayakan agar tidak terjadi sedimentasi maka ruas-ruas saluran
hendaknya mengikuti kriteria I√R konstan
atau makin besar
ke arah hilirnya. I adalah kemiringan dasar
saluran, R adalah jari-jari hidraulik penampang saluran.
Sedimentasi (pengendapan) di dalam saluran dapat
terjadi apabila kapasitas angkut sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas
debit di bagian hilir dari jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar
kapasitas angkutan sedimen per satuan debit (kapasitas angakutan sedimen
relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar.
Berdasarkan tingkat konsentrasi partikel di dalam air limbah dan
kecenderungan partikel untuk saling berinteraksi, maka proses sedimentasi dapat
digolongkan kedalam 4 tipe sedimentasi sebagai berikut :
Tipe 1 : pengendapan partikel mandiri ( discrete
particle settling )
Tipe 2 : pengendapan partikel floc ( floculant
settling )
Tipe 3 : pengendapan secara perintangan ( hindered
settling )
Tipe 4 : pengendapan secara pemampatan ( compression
settling )
Terjadinya erosi dan sedimentasi menurut Suripin
(2002) tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan
lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke
dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah dapat menyebabkan
sedimentasi di saluran sehingga dapat mengurangi daya tampung saluran. Sejumlah
bahan erosi yang dapat mengalami secara penuh dari sumbernya hingga mencapai
titik kontrol dinamakan hasil sedimen (sediment yield). Hasil sedimen
tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau satuan volume (m3)
dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dapat juga dikatakan hasil sedimen
adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah
tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu (Asdak C.,
2007).
Dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran
sedimen di saluran yang diangkut keluar dari daerah irigasi, sedangkan yang
lain mengendap di lokasi tertentu dari saluran (Gottschalk, 1948, dalam Ven T
Chow, 1964 dalam Suhartanto, 2001).
B.
Laju Sedimentasi
Tingkat sedimentasi yang selalu meningkat setiap
tahunnya dan kurangnya dana untuk pengelolaan saluran irigasi, telah
menyebabkan saluran irigasi ke persawahan penduduk semakin terganggu, terutama
karena tidak tercukupinya kebutuhan air bagi areal persawahan pada musim
kemarau. Selain itu, juga muncul dampak lainnya yang meresahkan masyarakat
yaitu sering terjadinya banjir di musim hujan yang disebabkan oleh tidak
mampunya sungai menampung air dalam jumlah besar.
Untuk menghitung laju sedimentasi memang diperlukan
dana dan usaha yang sangat besar. Metode penghitungan laju sedimentasi
didasarkan pada sistem informasi geografis dan data pengukuran kedalaman waduk
(sounding). Menurut SNI 03-6737-2002 tentang Metode Perhitungan Awal Laju
Sedimentasi Waduk, data untuk menghitung laju sedimentasi dalam waduk harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.
Volume aliran sungai yang masuk ke waduk
dengan periode minimum 10 tahun data
b.
Volume sedimen sungai yang masuk ke
waduk dengan periode minimum 10 tahun data
c.
Volume waduk yang diukur berdasarkan
pemetaan topografi waduk pada saat perencanaan
Selanjutnya
dengan mengembangkan suatu model matematis maka volume waduk aktual dapat
dihitung.
C.
Pengukuran Sedimentasi
Bahan
sedimen hasil erosi seringkali bergerak menempuh jarak yang pendek sebelum
akhirnya diendapkan. Sedimen ini masih tetap berada di lahan atau diendapkan di
tempat lain yang lebih datar atau sebagian masuk ke saluran. Persamaan umum
untuk menghitung sedimentasi suatu daerah irigasi belum tersedia, untuk lebih
memudahkan dikembangkan pendekatan berdasarkan luas area. Rasio sedimen
terangkut dari keseluruhan material erosi tanah disebut Nisbah Pelepasan
Sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR) yang merupakan fungsi dari luas area. Perhitungan Nisbah
Pelepasan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) atau cukup dikenal dengan SDR
adalah perhitungan untuk memperkirakan besarnya
hasil sedimen dari suatu daerah tangkapan air.
Perhitungan
besarnya SDR dianggap penting dalam menentukan prakiraan yang realistis besarnya
hasil sedimen total berdasarkan perhitungan erosi total yang berlangsung di
daerah tangkapan air. Perhitungan ini tergantung dari faktorfaktor yang
mempengaruhi , hubungan antara besarnya hasil sedimen dan besarnya erosi total
yang berlangsung di daerah tangkapan air umumnya bervariasi. Variabilitas angka
SDR
dari suatu daerah irigasi akan
ditentukan : Sumber sedimen, jumlah sedimen, sistem transpor, Tekstur
partikel-partikel tanah yang tererosi, lokasi deposisi sedimen dan karateristik
saluran (Asdak, 2007)
Besarnya SDR
dalam perhitungan-perhitungan erosi
atau hasil sedimen untuk suatu daerah irigasi umumnya ditentukan dengan menggunakan
grafik hubungan luas saluran dan besarnya SDR seperti dikemukakan oleh Roehl
(1962) dalam Asdak C. (2007).
Sedang cara
lain untuk memnetukan besarnya SDR adalah dengan menggunakan persamaan :
SDR = Hasil
sedimen yang diperoleh
Erosi Total pada suatu saluran
Sedang total sedimen yang diperbolehkan
dalam suatu saluran adalah adalah hasil kali SDR dengan toleransi erosi untuk tanah,
besarnya toleransi erosi untuk tanah menurut Thompson (1957) tergantung dari
sifat tanah danletaknya.
D.
Pengaruh Sedimentasi Terhadap Operasi
Jaringan
Penumpukan sedimen di saluran irigasi akan
mempersingkat umur pelayanan jaringan irigasi karena pendangkalan dan penurunan
kapasitas. Selanjutnya, penumpukan sedimen di petak sawah akan menaikkan
permukaan sawah, sehingga mempersulit air untuk mencapai permukaan sawah dan mengairi
sawah. Partikel sedimen yang halus bahkan bisa menyumbat pori-pori tanah dan menghambat
penyerapan air oleh tanaman (Kuiper, 1989). Meskipun demikian tidak semua fraksi
sedimen berpotensi merusak jaringan irigasi.
Bahaya terjadinya sedimentasi diperkecil dengan
jalan mempertahankan atau menambah sedikit kapasitas angkutan sedimen, relatif
ke arah hilir. I√R dari profil saluran adalah kapasitas angkutan sedimen
relatif. Kriteria ini dimaksudkan agar tidak ada sedimen yang mengendap di
saluran. Sesuai konsep saluran stabil akibatnya sedimen diendapkan di sawah
petani yang mengakibatkan elevasi sawah makin lama makin tinggi. Dalam keadaan
khusus dimana kemiringan lahan relatif datar dan/atau tidak seluruhnya sedimen
diijinkan masuk ke sawah, maka sebagian sedimen boleh diendapkan pada
tempat-tempat tertentu.
Dalam merencanakan saluran yang stabil
diutamakan bahwa semua sedimen (bed load) yang masuk kedalam saluran
harus seluruhnya sudah terangkat di kantong lumpur tanpa terjadinya penggerusan
/ erosi dan pengendapan / sedimentasi di saluran irigasi. Jika kapasitas
angkutnya mengecil, akan terjadi pengendapan / sedimentasi dan jika kapasitas
angkutnya membesar, saluran akan tergerus.
Untuk mencegah agar sedimen tidak
mengendap di seluruh saluran irigasi, maka bagian awal dari saluran primer di
dekat pintu pengambilan direncanakan saluran kantong lumpur yang berfungsi
sebagai tempat pengendapan sedimen.
E.
Usaha-Usaha Mencegah dan Mengurangi
Sedimentasi
Untuk mencegah dan mengurangi sedimentasi dapat
dilakukan usaha – usaha sebagai berikut :
a.
Mengurangi tekanan penduduk di hulu
terutama dengan mengembangkan aktifitas ekonomi di sektor non pertanian.
b.
Menanamkan kesadaran masyarakat tentang
perlunya pencegahan erosi melalui :
i.
sosialisasi penyadaran dan keterlibatan
masyarakat dalam program konservasi lahan terutama sepanjang daerah hulu.
ii.
Secara rutin mengadakan Jambore Bakti
Lingkungan Alam Raya (JAMBALAYA) yang diikuti siswa - siswa SMU dengan harapan
mereka memiliki kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menularkannya
ke komunitas sekitarnya.
c.
Melaksanakan penghijauan
d.
Penggelontoran melalui drawdown
culvert yaitu pembuangan lumpur. Pengerukan
lumpur ini dilakukan untuk memperpanjang umur saluran.
Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas
saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sekitarnya. Sedimentasi juga
merupakan masalah besar pada saluran-saluran irigasi di Indonesia. Menurut Rahim
(2000), erosi tanah longsor (landslide) dan erosi pinggir sungai (stream
bank erosion) memberikan sumbangan sangat besar terhadap sedimentasi
di sungai-sungai, bendungan dan akhirnya ke laut.
Sedimen terangkut bersama runoff pada saluran utama
umumnya cukup tinggi akibat besarnya erosi dan runoff. Kondisi besarnya sedimen
terlarut akibat erosi dan terbawa bersama runoff ini secara kualitatif dapat
dilihat dari warna air yang cukup keruh
dan semakin keruh apabila terjadi hujan. Secara umum sedimentasi akan
mengurangi kapasitas tampung dan fungsi sarana drainase yang ada. Pengurangan
kapasitas tampung sarana drainase ini akan berdampak pada terjadinya banjir
bila air yang melewati sarana drainase tersebut jauh melebihi kapasitas tampung
dan pengalirannya.
Dasar saluran yang sudah dangkal/ tersedimentasi
akibat pengendapan harus dikeruk, diperdalam sementara untuk batas
tebing/tanggul saluran di kanan–kirinya harus pula diperlebar. Metode-metode
ini meningkatkan kemampuan penampungan lebihan air dan menurunkan peluang meluapnya
air ke sekitar sungai. Sementara untuk kawasan/ daerah permukiman/ pusat
perkotaan, kolam-kolam retensi dan saluran buatan (drainase) sepatutnya
dipelihara dan dijaga kebersihannya. Kerawanan sedimentasi dan sampah juga
menjadi faktor utama penyebab banjir perkotaan. Hilangnya vegetasi seperti
pepohonan dan kawasan hijau harus segera disikapi dengan kegiatan perlindungan vegetasi
dan penghijauan. Hal ini bertujuan menjaga berlanjutnya siklus hidrologi.
Selain dikeruk ada juga Teknologi
Sabo atau lebih populer dengan sebutan Teknologi Sabo adalah teknologi untuk
mencegah terjadinya bencana sedimen dan mempertahankan daerah hulu terhadap
kerusakan lahan. Tujuan dari pembangunan prototipe Sabo dam adalah untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh bangunan prototipe Sabo dam terhadap
pengurangan sedimentasi waduk, karena fungsi dari Sabo dam adalah untuk
menahan, menampung dan mengendalikan sedimen. Semula, teknologi ini
dipergunakan untuk mengendalikan material lahar gunung api.
A. Tempat dan Waktu
Praktik
Lapangan ini akan dilakukan
di Bendung Perjaya OPSDA II Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Bulan Oktober 2011.
B. Metode Pelaksanakan
Metode yang akan digunakan dalam
pelaksanaan praktik lapangan di Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
Martapura ini adalah metode wawancara, studi pustaka dan observasi langsung ke lapangan. Berdasarkan metode-metode tersebut
akan dilakukan pengolahan data dan analisis data.
1.
Metode Wawancara (Interview)
Metode ini dilakukan
melalui wawancara dengan pihak pegawai yang berhubungan dengan masalah
sedimentasi dan pihak-pihak lain yang dianggap mengetahui banyak tentang data
yang dibutuhkan yang didukung dengan adanya kuisioner..
2.
Metode Pengamatan (Observasi)
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan
langsung di lapangan dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi saluran
sekunder dan menganalisis hasil pengamatan, yang didapat dari saluran sekunder
tersebut maupun lingkungan sekitarnya serta ikut dalam proses kerja.
Metode studi pustaka ini dilakukan untuk menambah dan
menunjang data-data yang diperoleh dari metode wawancara (interview) dan metode pengamatan (observasi).
4.
Praktik Lapangan
Praktik lapangan dilakukan
di Bendungan Perjaya dan dibimbing oleh staf atau karyawan yang menangani
bidangnya masing-masing maupun masyarakat yang ada di daerah tersebut agar
penulis dapat lebih memahami keadaan yang ada di daerah Bendungan Perjaya
sehingga data-data yang diperlukan untuk laporan praktik lapangan ini dapat
lebih akurat.
Rencana penulisan laporan praktik lapangan yang
berjudul “Tinjauan Laju Sedimentasi dan
Sistem Pengendalian Sedimentasi Pada Kantong Lumpur Bendung Perjaya Opsda II Balai Besar
Wilayah Sungai Sumatera VIII” adalah
sebagai berikut:
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Praktik Lapangan
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Proses Sedimentasi
B.
Laju Sedimentasi
C.
Pengukuran Sedimentasi
D.
Pengaruh Sedimentasi Terhadap Operasi
Jaringan
E.
Usaha-Usaha Mencegah dan Mengurangi
Sedimentasi
III.
PELAKSANAAN
PRAKTIK LAPANGAN
A.
Tempat dan Waktu
B.
Metode Praktik Lapangan
C.
Data-data yang diamati
IV. KEADAAN UMUM
A. Lokasi Daerah
B. Keadaan Iklim dan Topografi
C. Keadaan Operasi dan Pemeliharaan Saluran
Sekunder
D.
Kinerja Jaringan Irigasi
DAFTAR
PUSTAKA
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Avidianto,
D. 2011. Sedimentasi. (online).
Chalpman. 1973. Natural
Ecosystem. New York : McMillan Publishing Co Inc.
Kenley,
L. J. 2011. Sedimentasi. (Online). (www.google.com/sedimentasi). (diakses
pada 9 september 2011).
Kuiper, E.. 1989. Water Resources Developmen. London:
Butterworth.
Rahim.
2000. Pengendalian Erosi Tanah dalam
Rangka Pelestarian Lingkungan
Hidup. Jakarta : Bumi Aksara.
Safitri,
R. 2010. Rekayasa Sungai. (online).
pada
9 september 2011).
SNI.
2002. SNI 03-6737-2002 tentang Metode Perhitungan Awal Laju Sedimentasi
Waduk.
(online). (www.google.com/sni-waduk).
(diakses pada 9 september
2011).
Suhartanto, E. 2001. Optimalisasi
pengelolaan DAS di Sub Daerah Aliran Sungai
Cidanau
Kabupaten Serang Provinsi Banten menggunakan model Hidrologi
ANSWER.
Makalah Falsafah Sains, Program Pascasarjana/S2 IPB, Bogor.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : ANDI.
Sverdrup, H.U, M.W. Johnson dan R.H Fleming.1961. The Ocean Their Physics,
Chemistry, and General Biology.
Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, N.J.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar