LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU UKUR WILAYAH
UMBRELLA CHAIN MEASUREMENT
OLEH :
Sartika
05081006006
Kelompok
V
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2010
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Bentuk permukaan bumi sangat tidak
teratur. Ketidakteraturan ini memerlukan determinasi untuk merepresentasikan
ukuran dan bentuknya. Penggambaran
bentuk
dan ukuran permukaan bumi merupakan bagian ilmu ukur wilayah. Ilmu Ukur Wilayah merupakan
turunan dari Ilmu Geodesi.
Pemetaan dan pengukuran suatu wilayah
hutan ditentukan oleh beberapa hal diantaranya jenis alat ukur yang
digunakan. Secara garis besar, alat ukur pemetaan hutan dibagi menjadi alat
ukur optik
dan non optik. Jenis dan bentuk alat ukur yang digunakanpun harus disesuaikan
dengan maksud
dan tujuan pengukuran. Beberapa alat ukur yang banyak digunakan diantaranya
ialah alat ukur
yang digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik (alat penyipat
datar atau alat ukur
waterpass), alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut-sudut (theodolit) dan
ada alat ukur
yang digunakan untuk pengukuran guna pembuatan peta (boussole tranche montagne, plancet). Meskipun
kontruksi alat-alat ini berlainan, tetapi alat-alat ukur tanah ini mempunyai beberapa bagian yang
sama, jadi ada bagian-bagian yang selalu didapat pada bermacam-macam alat ukur ini. Dengan
kondisi ini maka diperlukan pengenalan alat ukur dalam bidang kehutanan yang dibagi menjadi
alat ukur non optik dan alat ukur optik.
Pembuatan peta situasi tidak
dapat langsung jadi karena harus diawali dengan pengambilan data melalui
pengukuran-pengukuran baik pengukuran horizontal maupun vertikal, sehingga
setiap detail pada peta dapat diketahui posisinya terhadap bidang datar.
Pengukuran jarak merupakan
basis dalam pemetaan. Walaupun sudut-sudut dapat dibaca seksama dengan
peralatan yang rumit, paling sedikit ada sebuah garis yang harus diukur
panjangnya untuk melengkapi sudut-sudut dalam penentuan lokasi titik-titik.
Sudut vertikal adalah selisih arah
antara dua garis berpotongan di bidang vertikal. Seperti yang biasa
dipakai dalam pengukuran tanah, sudut itu adalah sudut yang berada diatas atau dibawah
bidang horizontal yang melalui titik pengamatan. Sudut diatas bidang horizontal disebut sudut
plus atau sudut elavasi, sudut dibawah sudut horizontal disebut sudut
minus atau sudut junam (depresi). Sudut
vertikal diukur dalam sipat datar
trigonometri
dan dalam EDM serta pekerjaan takimetri sebagai sebuah bagian penting dari prosedur lapangan.
Pengukuran detail adalah untuk memberikan
data topografi di atas peta sehingga
diperoleh bayangan atau informasi dari relief bumi. Kelengkungan dan ketelitian
data topografi tersebut sangat
tergantung dari kerapatan titik detail yang akan diukur. Untuk mengukur titik
detail yang lengkap dan efisien, maka harus dipahami maksud dan kegunaan peta
yang akan dibuat. Sebelum suatu daerah dilakukan pengukuran detail harus sudah
ada titik ikat. Biasanya hal-hal yang perlu diukur secara detail adalah segala
benda atau bangunan yang terdapat di areal yang dipetakan akan menambah
kelengkapan data peta. Misalnya perbedaan tinggi muka tanah yang cukup ekstrim
sehingga nantinya dapat membantu dalam pembuatan kontur.
Garis kontur merupakan ciri khas yang membedakan peta topografi dengan peta lainnya dan
digunakan untuk penggambaran relief atau tinggi rendahnya permukaan bumi yang
dipetakan. Dari pengertian di atas dapat dipahami betapa pentingnya garis
kontur antara lain untuk pembuatan trace
jalan/rel dan menghitung volume galian dan timbunan.
Sesuai dengan keadaan luas daerah yang
akan dipetakan, maka kerangka peta yang digunakan dalam praktikum adalah berupa
poligon. Poligon dibagi menjadi poligon terbuka dan tertutup. Dalam proses
pembuatan kerangka horisontal poligon terbuka/tertutup diikatkan pada titik
pasti yang telah diketahui koordinatnya.
Dalam pembuatan peta topografi digunakan
pengukuran memanjang untuk ketinggian titik detail dan dari hasil pengukuran
didapat beda tinggi suatu titik ikat (poligon) terhadap titik ikat lainnya.
Beda tinggi yang didapat nantinya akan digunakan sebagai data dalam pembuatan
dan penggambaran peta topografi.
Untuk membuat peta situasi cukup menggunakan titik pasti yang telah
diketahui dari jaring triangulasi.
Jika titik pasti terlalu jauh, maka dapat diperbanyak dengan poligon mengikat
ke muka atau ke belakang.
2. Tujuan
Untuk
mengetahui metode pengukuran sudut pada suatu wilayah dengan menggunakan satu
titik ukur.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Theodolite
Theodolit adalah salah satu alat ukur
tanah yang digunakan
untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut
tegak. Berbeda dengan waterpass
yang
hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang
dapat di baca bisa sampai pada
satuan
sekon (detik).
Theodolite merupakan alat yang paling
canggih di antara
peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini
berupa sebuah teleskop yang
ditempatkan
pada suatu dasar berbentuk membulat
(piringan)
yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan
sudut horisontal
untuk dibaca. Teleskop tersebut juga
dipasang
pada piringan kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu
horisontal, sehingga memungkinkan
sudut vertikal untuk dibaca.
Kedua
sudut tersebut dapat dibaca dengan
Tingkat ketelitian sangat tinggi.
Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs
yang akan dipetakan luas dan atau
cukup
sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau
perbedaan ketinggian yang besar.
Dengan
menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat
dipetakan dengan cepat dan efisien.
Instrumen pertama lebih seperti alat
survey theodolit
benar adalah kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus
Habermehl) di Jerman
pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod. Awal altazimuth
instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut
pengukuran perangkat yang paling sering setengah lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang
digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah
terpasang pada vertikal setengah lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah
lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan
sudut horisontal secara langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade
diganti dengan pengamatan teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725.
Alat survey theodolite yang menjadi
modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan
diperkenalkannya
Jesse Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat
menggunakan
mesin pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan –
pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk
pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari.
Theodolit juga bisa berubah fungsinya
menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90ยบ. Dengan adanya teropong
pada theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan
bangunan gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan /
pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk menguker ketinggian suatu
bangunan bertingkat.
Keterangan
gambar theodolit :
1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal
di dalamnya
2. Ring pengatur lensa tengah
3. Pengatur fokus benang silang
4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5. Lensa obyektif
6. Klem vertikal teropong
7. Penggerak halus teropong
8. Klem alhidade
horisontal
9. Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo tabung alhidade horisontal
Pengelompokan Theodolit Berdasarkan Konstruksinya
a. Theodolit repetisi :
Lingkaran skala mendatar
dapat diatur mengelilingi sumbu tegak. Bila skrup pengunci lingkaran skala
mendatar dibuka, maka tidak dapat dilakukan pengukuran sudut. Besarnya sudut
yang dibentuk oleh garis bidik yang diarahkan ke dua buah target hanya dapat
diukur kalau skrup pengunci lingkaran skala mendatarnya terkunci. Sebeb bila
sekrup pengunci skala lingkaran mendatar tidak dikunci, maka pada saat diputar,
piringan skala mendatar ikut berputar bersama-sama dengan indek pembaca
lingkaran mendatar.
Keuntungannya adalah
dimungkinkannya mengubah bacaan pada suatu arah garis bidik tertentu. Misal
pada suatu arah garis bidik di A bacaan skala mendatarnya dibuat 0o,
kemudian garis bidik diarahkan ke B, maka bacaan skala mendatar di B juga
merupakan sudut APB
b. Theodolit reiterasi
Lingkaran skala mendatar
theodolit menyatu dengan tribrach, sehingga lingkaran mendatar tidak dapat
diputar. Akibatnya bacaan lingkaran mendatarnya untuk suatu target merupakan
suatu bacaan arah. Jadi sudut yang dibentuk oleh garis bidik yang diarahkan
kedua target adalah bacaan arah kedua dikurangi bacaan arah pertama.
c.
Theodolite
Modern
Theodolites
di hari ini, membaca dari kalangan vertikal dan horisontal biasanya
dilakukan
secara elektronik. Readout yang dilakukan oleh rotary encoder, yang dapat
absolut,
misalnya Gray menggunakan kode, atau meningkat, dengan terang dan gelap sama
jauh
radial band.
Pada dasarnya alat theodolit konvensional sama dengan theodolit digital, hanya pada alat ini pembacaan sudut azimuth dan sudut zenith dilakukan secara manual. Theodolit
0 (T0) dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Bagian bawah
terdiri atas sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung, di atasnya terdapat alat
pembaca nonius. Di tepi lingkaran
terdapat alat pembaca nonius. Bagian
atas terdiri dari bagian mendatar. Di atasnya terdapat teropong dilengkapi
dengan sekrup-sekrup pengatur fokus dan garis-garis bidik diagfragma.
2.
Garis Kontur
Garis kontur adalah garis pada peta yang
menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang
refrensi yang digunakan. Kecuraman dari suatu lereng (stepness) dapat ditentukan dengan adanya interval kontur dan jarak
antara dua kontur, sedangkan jarak horizontal antara dua garis kontur dapat
ditentukan dengan cara interpolasi. Garis kontur tidak boleh saling berpotongan
satu sama lain. Selain itu garis kontur harus merupakan garis yang tertutup
baik di dalam maupun di luar peta.
Garis kontur
adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas peta yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama. Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah.
Aplikasi lebih
lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan. Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.
Pada gambar
berikut ditunjukan jenis-jenis garis kontur:
(a)
(b)
(c)
Gambar Jenis-jenis garis kontur :
(a) Kontur sebuah
bukit,
(b) Kontur sebuah
sungai
(c) Kontur pada
daerah datar
Sifat-sifat garis
kontur adalah sebagai berikut:
1. Garis kontur selalu merupakan garis tertutup
(loop), kecuali pada batas peta.
2. Dua buah garis kontur dengan ketinggian
yang berbeda tidak mungkin saling berpotongan.
3. Garis kontur tidak mungkin bercabang
(dalam hubungannya dengan keaslian alam, kecuali buatan manusia).
4. Garis kontur dengan ketinggian berbeda
tidak mungkin menjadi satu, kecuali pada bagian tanah yang vertikal akan
digambarkan sebagai garis yang berimpit.
5. Semakin miring keadaan tanah, kontur akan
digambarkan semakin rapat.
6. Semakin landai kondisi tanah, kontur yang
digambarkan semakin jarang.
7. Garis kontur yang melalui tanjung/lidah
bukit akan cembung kearah turunnya tanah.
8. Garis kontur yang melalui lembah atau
teluk akan cembung kearah titik atau hulu lembah.
9. Garis kontur yang memotong sungai akan
cembung kearah hulu sungai.
10. Garis kontur yang memotong jalan akan
cembung kearah turunnya jalan.
Garis kontur merupakan ciri khas yang membedakan peta topografi dengan peta lainnya dan
digunakan untuk penggambaran relief atau tinggi rendahnya permukaan bumi yang
dipetakan. Dari pengertian di atas dapat dipahami betapa pentingnya garis
kontur antara lain untuk pembuatan trace
jalan/rel dan menghitung volume galian dan timbunan.
3.
Pengukuran Sudut
Arah orientasi
merupakan salah satu unsur utama dalam proses pengukuran untuk membuat peta, khususnya peta umum. Pada umumnya setiap
peta memiliki arah utama yang ditunjukkan ke arah atas (utara). Terdapat 3 (tiga) arah utara yang
sering digunakan dalam suatu peta.
a. Utara magnetis, yaitu utara yang menunjukkan kutub
magnetis
b. Utara sebenarnya (utara geografis), atau utara arah
meridian
c. Utara grid, yaitu utara yang berupa garis tegak
lurus pada garis horizontal di peta.
Ketiga macam
arah utara itu dapat berbeda pada setiap tempat. Perbedaan ketiga arah utara ini perlu diketahui sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam pembacaan arah pada peta. Arah utara magnetis
merupakan arah utara yang paling mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik. Perbedaan sudut antara utara magnetis dengan arah dari suatu obyek ke tempat obyek lain
searah jarum jam disebut sudut arah atau sering disebut azimuth magnetis. Pada peta yang dibuat
dengan menggunakan kompas, maka perlu diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah
utara magnetis.
Posisi
titik-titik dan orientasi garis tergantung pada pengukuran sudut dan arah.
Dalam pekerjaan pengukuran tanah, arah ditentukan oleh sudut arah dan azimut.
Sudut yang diukur dalam pengukuran tanah digolongkan menjadi sudut horizontal
dan sudut vertikal. Sudut horizontal adalah pengukuran dasar yang diperlukan
untuk penentuan sudut arah dan azimut, sementara sudut vertikal untuk penentuan
sudut zenith.
Sudut-sudut
dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung sudut diukur
di lapangan dengan kompas, theodolit kompas, theodolit biasa ataupun sextan.
Sedangkan secara tidak langsung dapat diukur dengan metode pita, yang harganya
dihitung dari hubungan kuantitas yang diketahui dalam sebuah segitiga atau
bentuk geometrik sederhana lainnya.
Sudut vertikal
adalah selisih arah antara dua garis berpotongan di bidang vertikal. Seperti yang biasa dipakai dalam pengukuran tanah,
sudut itu adalah sudut yang berada diatas atau dibawah bidang horizontal yang melalui titik pengamatan. Sudut
diatas bidang horizontal disebut sudut
plus atau sudut elavasi, sudut dibawah sudut horizontal disebut sudut minus atau sudut junam (depresi). Sudut vertikal diukur dalam sipat datar trigonometri dan dalam EDM serta pekerjaan takimetri
sebagai sebuah bagian penting dari prosedur lapangan.
Untuk mengukur
sudut vertikal dengan transit, instrumen dipasang pada titiknya dan di datarkan dengan cermat. Gelembung dalam tabung
nivo teropong harus tetap seimbang. Bila teropong dikunci pada kedudukan horisontal dan untuk
mengukur sudut vertikal dengan transit
instrumen dipasang pada titiknya dan didatarkan dengan cermat. Gelembung dalam tabung nivo teropong harus diputar
360o mengelilingi sumbu pertama. Jika nonius pada
sudut vertikal tidak terbaca dan nivo seimbang, maka ada galat indeks yang harus ditambahkan atau dikurangkan
pada semua pembacaan. Kekacauan tanda dihilangkan
dengan menempatkan dalam catatan lapangan. Sebuah pernyataan, misalnya "Galat indeks adalah minus 2
menit, dikurangkan dari sudut-sudut junam dan ditambahkan pada sudut elavasi".
Sudut-sudut poligon harus
diratakan sesuai dengan penjumlahan geometrik yang benar sebelum sudut arah
dihitung. Dalam poligon tertutup, jumlah sudut dalam sama dengan (n-2)180,
dimana n adalah banyaknya sisi (arah). Jika sudut-sudut poligon tidak menutup
karena misalnya ada perbedaan 2 detik dan tidak diratakan sebelum menghitung
sudut arah maka sudut arah asli dan pengecekan yang dihitung untuk sudut arah
AB juga akan berselisih 2 detik, dengan anggapan tidak ada kesalahan hitung
yang lainnya.
Dalam pengukuran poligon, sudut yang
digunakan ialah sudut yang mempunyai putaran searah jarum jam, jika anda
membuat sudut 90 ยบ berlawanan arah jarum jam maka sudut yang dihasilkan adalah
270 ยบ (sesuai dengan arah jarum jam). Cara pengukuran sudut dilakukan seperti
gambar di bawah ini :
Pertama bidik target 1, Set 0 ยบ pada bacaan
horisontalnya Setelah
itu bidik target 2
Catat bacaan Horisontalnya Sudut yang dibentuk dari gambar di atas adalah hasil pengurangan dari bacaan target 2 dikurangi bacaan target 1, jika pada bacaan target 2 sebesar 270 ยบ00’30” maka sudut yang di hasilkan adalah 270 ยบ00’30” - 00 ยบ00’00” = 270 ยบ00’30” (dikarenakan bacaan target 1 diset nol derajat) Ulangi sampai 2 atau 3 kali dengan set bacaan horizontal yang berbeda di target 1, (contoh : 30 ยบ, 90 ยบ). Pengulangan ini bertujuan untuk memperkecil kesalahan dan mengindari human error atau salah pencatatan.
Catat bacaan Horisontalnya Sudut yang dibentuk dari gambar di atas adalah hasil pengurangan dari bacaan target 2 dikurangi bacaan target 1, jika pada bacaan target 2 sebesar 270 ยบ00’30” maka sudut yang di hasilkan adalah 270 ยบ00’30” - 00 ยบ00’00” = 270 ยบ00’30” (dikarenakan bacaan target 1 diset nol derajat) Ulangi sampai 2 atau 3 kali dengan set bacaan horizontal yang berbeda di target 1, (contoh : 30 ยบ, 90 ยบ). Pengulangan ini bertujuan untuk memperkecil kesalahan dan mengindari human error atau salah pencatatan.
Selain itu gunakan bacaan luar biasa dan
biasa, ( satu sesi atau satu seri), langkahnya :
Sudut biasa:
• Bidik target 1,
• Set Nol pada bacaan horisontalnya,
jangan lupa dicatat,
• Bidik target 2 dan catat bacaannya,
Sudut Luar Biasa :
• Putar 180 derajat baik vertikal
ataupun secara harisontal,
• Kembali bidik target 2, tanpa mengubah
hasil bacaan horisontalnya,
•
Catat hasil bacaan di target 2, Hasil bacaan di target 2 seharusnya memiliki
selisih kurang lebih 180 derajat dengan bacaan target 2 saat pengukuran sudut
biasa
• Setelah itu kembali bidik ke target 1,
catat hasil bacaannya.
Hal
ini dinamakan 1 Sesi, mempunyai 2 besaran sudut (Biasa dan Luar biasa), hal ini
untuk menghindari efek kesalahan pada alat, untuk pengecekannya dapat di lihat
selisih antara bacaan awal dan akhir pada target 1 ataupun 2, seharusnya
selisih tidak terlalu jauh di angka 180 derajat. Ulangi hal ini dalam
pengukuran poligon setidaknya 2 atau 3 sesi.
4. Poligon
Poligon berasal
dari kata polygon yang berarti poly : banyak dan gon(gone) : titik. Yang kita
maksud disini adalah poligon yang digunakan sebagai kerangka dasar pemetaan
yang memiliki titik titik dimana titik tersebut mempunyai sebuah koordinat X
dan Y, silahkan klik disini untuk memahami sistem koordinat dan proyeksi peta
yang tidak terlepas akan pengukuran dan penghitungan poligon.
Polygon ialah
serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang terletak di
permukaaan bumi. Prinsip
kerja pengukuran polygon yaitu mencari sudut jurusan dan jarak dari gabungan
beberapa garis yang bersama-sama membentuk kerangka dasar untuk keperluan
pemetaan suatu daerah tertentu.
Poligon
memiliki beberapa jenis di pandang dari bentuk dan titik refrensi (acuan) yang
digunakan sebagai sistem koordinat dan kontrol kualitas dari pengukuran
poligon. Titik refrensi adalah titik yang mempunyai sebuah koordinat yang dalam
penghitungannya mengacu pada sebuah datum dan proyeksi peta, di Indonesia datum
yang di gunakan adalah WGS 84 sedangkan proyeksi peta menggunakan TM-3,
sedangkan koordinat lokal adalah koordinat yang tidak mengacu pada dua hal
tersebut (koordinat sementara), kalaupun hal itu di terapkan dalam pengukuran
poligon untuk area yang cukup luas tentu saja kelengkungan bumi diabaikan
begitu saja. Untuk titik refrensi dalam pengukuran poligon ialah TDT (Titik
Dasar Teknik) atau BM (Base Mark) Orde 3,2 ataupun Orde 1 yang telah memiliki
kooordinat TM-3 dan diukur menggunakan GPS Geodetik.
Macam-macam
polygon :
1. Polygon
terbuka
Yaitu polygon
yang titik awal dan titik akhirnya bukan merupakan satu titik yang sama.
Macamnya
:
a. Polygon terbuka bebas (
tidak terikat )
b. polygon terbuka terikat
1. Polygon terbuka terikat
azimuth sebagian
2. Poligon
Tertutup
a. Polygon
tertutup terikat sebagian
1. Polygon tertutup terikat
azimuth sebagian
2. Polygon tertutup
terikat koordinat sebagian
b. Polygon tertutup
terikat sempurna
1. Polygon tertutup
terikat azimuth
U
2. Polygon tertutup terikat
koordinat
Untuk
pemetaan daerah kecil, penyelenggaraan titik-titik kerangka dasar umumnya
digunakan metode polygon. Karena metode polgon lebih bias menyesuaikan dengan
keadaan lapangan dan ketelitiannya dapat memadai untuk pemetaan topografi.
Poligon adalah serangkaian garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak
di permukaan bumi. Maksud dan tujuan pengukuran poligon adalah untuk :
·
Menentukan koordinat titik-titik yang belum diketahui koordinatnya dari
titik yang telah diketahui koordinatnya.
·
Merapatkan jaringan kerangka pengukuran yang telah ada.
·
Sebagai kerangka pengukuran dan pemetaan.
Sedangkan untuk menentukan koordinat suatu
titik dari titik lain dengan cara poligon maka harus diketahui atau diukur data
sebagai berikut:
ร Koordinat awal/akhir (diketahui dari data
koordinat yang sudah ada hasil dari pengukuran sebelumnya misal titik
triangulasi, titik GPS atau titik poligon sebelumnya atau ditentukan sendiri
(sebarang))
ร Azimuth awal/akhir (dihitung dari
koordinat yang sudah ada, pengamatan astronomi, pengukuran dengan Giro
Theodolit, pengukuran dengan teodolit kompas)
ร Jarak dan sudut (diukur di lapangan)
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
1.
Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan
pada lingkungan sekitar jurusan Teknologi Pertanian dan Lahan Pertanian di
Universitas Sriwijaya pada bulan September sampai November 2010.
2.
Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
-
Theodolite - Patok
-
Tripod - Meteran
-
Mistar baca -
Jalon
-
Parang - Tali
-
Waterpass - Kompas
-
Alat tulis - Kertas
3.
Cara Kerja
Adapun
cara kerja yang dilakukan adalah :
1.
Siapkan catatan ,
daftar pengukuran dan buat sket lokasi areal yang akan diukur.
2. Tentukan
dan tancapkan patok pada titik-titik yang akan dibidik
3. Dirikan
tripot di atas patok 1, pasang theodolite dan
lakukan penyetelan alat sampai didapat kedataran.
4. Arahkan
theodolite ke arah utara dan
nolkan piringan sudut horisontal dan kunci kembali dengan memutar skrup
piringan bawah.
5. Putar
teropong dan arahkan teropong ke mistar
baca, baca tinggi
dan
catat sudut horisontalnya.
Bacaan
ini merupakan bacaan biasa untuk bacaan muka.
6. Dengan
posisi tetap di atas potok 1,
putar teropong ke titik baca selanjutnya (untuk pengukuran
tinggi bangunan dan kontur).
7. Lakukan
pembacaan sudut horisontal.
Bacaan
ini merupakan bacaan luar biasa untuk bacaan muka.
8. Pindahkan theodolite ke patok selanjutnya dan
lakukan penyetelan alat.
9. Dengan
cara yang sama, lakukan pada titik-titik polygon berikutnya sampai patok akhir.
10. Lakukan
pengukuran jarak antar titik dengan meteran.
11. Lakukan
perhitungan sudut pengambilan
dan
koordinat masing-masing titik.
12. Gambar
hasil pengukuran dan perhitungan.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
1.
Hasil
a. Poligon
Posisi Alat
|
Tinggi Alat (m)
|
Titik Baca Alat (dm)
|
Jarak Pengukuran (m)
{d = ( BA – BB ) x 100}
|
Sudut Elevasi (°)
|
Waktu
|
|||
BA
|
BT
|
BB
|
V
|
H
|
||||
Titik 1
|
1.4
|
12.9
|
11.9
|
10.9
|
20
|
20
|
||
Titik 2
|
1.5
|
5.9
|
4.9
|
3.9
|
20
|
20
|
||
Titik 3
|
1.46
|
3.4
|
2.4
|
1.4
|
20
|
90
|
21
|
|
Titik 4
|
1.48
|
5.5
|
4.5
|
3.5
|
20
|
90
|
7
|
|
Titik 5
|
1.54
|
13.1
|
12.1
|
11.1
|
20
|
90
|
4
|
|
Titik 6
|
1.49
|
13.5
|
12.5
|
11.5
|
20
|
89
|
25
|
|
Titik 7
|
1.50
|
14.8
|
13.8
|
12.8
|
20
|
89
|
32
|
|
Titik 8
|
1.40
|
14.1
|
13.1
|
12.1
|
20
|
90
|
1
|
23:40
|
Titik 9
|
1.40
|
15.4
|
14.4
|
13.4
|
20
|
89
|
3
|
37:40
|
Titik 10
|
1.42
|
16.9
|
15.9
|
14.9
|
20
|
90
|
1
|
31:00
|
Titik 11
|
1.40
|
17.1
|
16.1
|
15.1
|
20
|
90
|
2
|
29:00
|
Titik 12
|
1.45
|
18.8
|
17.8
|
16.8
|
20
|
90
|
2
|
27:40
|
Titik 13
|
1.35
|
17.9
|
16.9
|
15.9
|
20
|
89
|
8
|
47:00
|
Titik 14
|
1.40
|
18.1
|
17.1
|
16.1
|
20
|
89
|
271
|
60:00
|
Titik 15
|
1.44
|
16.9
|
15.9
|
14.9
|
20
|
89
|
52
|
59:00
|
Titik 16
|
1.43
|
19.5
|
18.5
|
17.5
|
20
|
89
|
21
|
33:40
|
Titik 17
|
1.46
|
19.1
|
18.1
|
17.1
|
20
|
89
|
14
|
29:40
|
Titik 18
|
1.33
|
20.3
|
19.3
|
18.3
|
20
|
90
|
276
|
00:00
|
Titik 19
|
1.36
|
18.9
|
17.9
|
16.9
|
20
|
89
|
87
|
42:20
|
Titik 20
|
0.95
|
19.8
|
19
|
18.2
|
16
|
89
|
62
|
58:20
|
Titik 21
|
0.95
|
18.5
|
17.4
|
16.3
|
22
|
89
|
60
|
58:20
|
Titik 22
|
0.87
|
14.5
|
13.1
|
11.9
|
26
|
89
|
60
|
57:40
|
Titik 23
|
0.93
|
15.2
|
14.1
|
12.9
|
23
|
89
|
55
|
53:40
|
Titik 24
|
0.97
|
16.2
|
13.3
|
10.4
|
58
|
89
|
71
|
58:20
|
Titik 25
|
0.90
|
13.5
|
10.4
|
7.3
|
62
|
89
|
57
|
53:00
|
Titik 26
|
1.47
|
4.7
|
2.8
|
1.1
|
36
|
89
|
199
|
50:00
|
Titik 27
|
1.49
|
6.6
|
4.2
|
1.8
|
48
|
89
|
198
|
50:00
|
Titik 28
|
1.45
|
17.5
|
15.2
|
12.9
|
46
|
89
|
199
|
58:10
|
Titik 29
|
1.08
|
19.4
|
15.5
|
11.9
|
75
|
89
|
201
|
57:00
|
Titik 30
|
1.62
|
6.9
|
4.0
|
1.2
|
57
|
89
|
198
|
56:40
|
Titik 31
|
1.52
|
14.1
|
12.0
|
10.0
|
41
|
89
|
201
|
56:20
|
Titik 32
|
1.20
|
18.7
|
16.7
|
14.6
|
41
|
90
|
253
|
00:00
|
Titik 33
|
0.85
|
18.6
|
17.6
|
16.6
|
20
|
90
|
272
|
36:00
|
Titik 34
|
0.95
|
19.4
|
18.2
|
17.0
|
24
|
90
|
295
|
10:40
|
Titik 35
|
0.93
|
16.5
|
15.6
|
14.8
|
17
|
90
|
292
|
10:00
|
Titik 36
|
1.15
|
11.9
|
10.3
|
8.9
|
30
|
90
|
292
|
22:00
|
Titik 37
|
1.01
|
11.0
|
10.1
|
9.4
|
16
|
90
|
295
|
20:40
|
Titik 38
|
0.93
|
13.9
|
12.3
|
10.5
|
34
|
90
|
291
|
22:10
|
Titik 39
|
1.15
|
12.9
|
12
|
11.2
|
17
|
89
|
316
|
60:00
|
Titik 40
|
1.15
|
10.7
|
9.1
|
7.5
|
32
|
89
|
293
|
60:00
|
Titik 41
|
1.15
|
10.1
|
8.6
|
7.1
|
30
|
89
|
315
|
60:00
|
Titik 42
|
1.14
|
13.8
|
12.6
|
11.4
|
24
|
89
|
282
|
58:00
|
b. Pengukuran sudut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar