DISKUSI MAHASISWA JURUSAN TEKNOLOGI
PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Judul : Pengaruh Metode Pemberian Air pada SRI (System of Rice
Intensification) Terhadap Efisiensi Irigasi dan Produksi Tanaman Padi (Oriza sativa L.)
Pemrasaran :
Sartika / 05081006006
Pembimbing :
1. Dr. Ir. Edward Saleh, M.S
2. Ir. Rahmad Hari
Purnomo, M.Si
Hari/Tanggal : Senin / 9 Januari 2012
Waktu : 10.00 WIB - selesai
Tempat : Ruang Seminar/Diskusi Jurusan
Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk
golongan rumput - rumputan. Tanaman padi
dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu
padi kering yang tumbuh pada
lahan kering dan padi sawah yang memerlukan air menggenang. Tanaman padi yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia
adalah padi sawah. Padi pada umumnya dibudidayakan dengan sistem pemberian air
penggenangan terus menerus. Tanaman diberi
air dan dibiarkan tergenang mulai beberapa hari setelah tanam hingga beberapa
hari menjelang panen. Penggenangan terus
menerus memiliki kelemahan yaitu memerlukan air dalam jumlah yang besar, hama dan penyakit tanaman
akan lebih mudah menyebabkan infeksi pada tanaman tersebut (Hidayat, 2001).
Padi pada umumnya memerlukan air pada keadaan
seimbang, yaitu keadaan pada saat air tersedia sama dengan kebutuhan tanaman. Kekurangan dan kelebihan air dapat mengganggu
proses metabolisme bahkan akan mematikan tanaman. Keseimbangan
pemberian air pada padi akan sangat menentukan tingkat pertumbuhan dan
produktivitas hasil (Astuti, 2010).
Pada pertanian modern terdapat sistem pemberian air
baru yang lebih dapat menghemat air dan mengurangi gulma yang ada pada lahan
pertanian. Pertanian padi modern organik yang mulai
dikembangkan adalah padi metode System
of Rice Intensification (SRI). System
of Rice Intensification (SRI) merupakan sistem budidaya tanaman padi yang
intensif dan efisien berbasis pada pengelolaan tanaman, biologi tanah, tata air
dan pemupukan secara terpadu untuk meningkatkan pertumbuhan sistem perakaran,
jumlah anakan, keragaman hayati (biodeservity) dan kekuatan biologis
tanah dalam mendukung peningkatan produktivitas padi. Konsep pemikiran SRI adalah pada dasarnya padi
bukan merupakan tanaman air, tetapi hanya membutuhkan air dalam jumlah tertentu. Irigasi hemat air pada budidaya padi dilakukan
dengan memberikan air irigasi secara terputus (intermittent) berdasarkan
periode pertumbuhan antara periode basah (genangan dangkal) dan kering. Cara
lain adalah dengan memberikan air yang sedikit yang cukup untuk melembabkan
tanah atau dikenal sebagai system macak-macak (Subagyono, 2001).
Ketiga metode di atas memiliki keunggulan dan
kelemahan masing-masing. Melalui penggenangan terus menerus padi akan selalu
terendam air sehingga kebutuhan air tanaman selalu terpenuhi dan pertumbuhan
gulma dapat diminimalkan. Tetapi
memiliki banyak kelemahan seperti yang disebut diatas. Selain itu
pemberian pupuk menjadi tidak efisien karena pupuk akan larut dalam air
atau tidak langsung ke tanah. Pemberian
air dengan sistem terputus memberikan keuntungan pada petani yaitu penggunaan
air yang sedikit dan dapat digunakan kembali untuk lahan lainnya. Sistem
pemberian air kondisi macak-macak yaitu lahan dalam kondisi macak-macak atau
kondisi melumpur pada saat penanaman bibit (Kalsim et.al, 2007). Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm. Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau
sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari kemudian diairi kembali setinggi
5 – 10 cm. Mulai fase keluar bunga
sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi air setinggi 5 cm, selanjutnya
lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan
memudahkan panen (Hendayana, 2011). Keuntungan dengan pengairan macak-macak adalah dapat
menghemat lebih dari 40% dibanding pengairan tergenang.
Untuk daerah-daerah yang penyediaan airnya terbatas,
pemberian air terputus-putus dan macak-macak dapat menghemat air sehingga
menjamin kestabilan penyediaan air untuk seluruh daerah. Untuk daerah yang penyediaan airnya cukup
banyak, kelebihan air akibat penggunaan yang hemat dapat digunakan untuk
perluasan areal atau penggunaan untuk industri. Selain itu kedua cara tersebut
dapat memperbaiki aerasi (kandungan udara) tanah sehingga menghindarkan tanaman
dari keracunan bakteri atau keracunan lain yang merugikan. Jika petani telah yakin penggunaan cara ini
tidak akan merugikan, maka cara ini juga akan mengurangi perselisihan petani
pada saat penyediaan air berkurang. Kedua
pengairan hemat air irigasi ini dapat menghambat pertumbuhan hama dan menyebabkan penggunaan pupuk menjadi
lebih efisien. Kelemahan kedua sistem ini adalah hanya dapat diterapkan pada
lahan yang telah memiliki jaringan irigasi dan pertumbuhan gulma lebih cepat
(Hilman, 2011).
Tanaman padi
dan kebutuhan air sangat berhubungan. Kebutuhan
air untuk pengolahan tanah sampai siap tanam (30 hari) mengkonsumsi air 20%
dari total kebutuhan air untuk padi sawah dan fase bunting sampai pengisian
bulir (15 hari) mengkonsumsi air sebanyak 35 %. Berdasar data tersebut sebetulnya sejak tanam
sampai memasuki fase bunting tidak membutuhkan air banyak, demikian pula
setelah pengisian bulir. Oleh sebab itu
pada saat 15 hari sebelum panen, padi
tidak roboh dan pemberian air perlu lagi dihentikan (Taufik, 2008).
Efisiensi
penggunaan air di petakan dapat dilakukan dengan mengairi sawah dalam keadaan terputus
atau macak-macak. Setelah tanaman padi
berumur 14 hari sampai periode bunting tidak memerlukan air yang banyak. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya sampai 5
cm bahkan lebih karena petani tidak membayar air yang digunakan tersebut
sehingga cenderung boros dalam penggunaan air. Penerapan irigasi terputus dan macak-macak
sampai periode bunting menyebabkan air dapat dihemat (Taufik, 2008).
Efisiensi
penggunaan air di petak sawah di Indonesia selama ini dilakukan dengan
mengelola pasokan air yang ada dengan membagi beberapa daerah irigasi menjadi
beberapa golongan dan menentukan pola tanam. Selain itu juga dengan menggilirkan pemberian
air. Secara teoritis, pemberian air pada
petak sawah dengan sistem macak-macak dan terputus dapat mengefisienkan
penggunaan air, terutama pada saat kekurangan air (Sumaryanto, 2006).
Sistem irigasi
penggenangan terus-menerus pada padi sawah menyebabkan banyak air yang
terbuang. Sistem irigasi dengan menjaga
air tetap macak-macak atau diberikan secara terputus bahkan terkadang kering
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air (Shastry et al., 2000). Efisiensi penggunaan air pada budidaya padi
sawah dengan kondisi tidak tergenang sebesar 19.581%, sedangkan pada pengairan
penggenangan terus-menerus efisiensinya sebesar 10.907% (Sumardi et al., 2007).
Oleh sebab
itu, perlu adanya penelitian mengenai metode pemberian irigasi terhadap efisiensi
irigasi dan produktivitas hasil gabah menggunakan ketiga metode tersebut. Melalui ketiga metode tersebut akan diperoleh
sistem pemberian air yang paling efisien bagi padi dan memaksimalkan
produktivitas padi.
B.
Tujuan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui metode pemberian air paling baik dalam kaitan
dengan efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman padi.
C.
Hipotesis
Diduga
metode pemberian air berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan air dan produksi
tanaman padi.
II.
PELAKSANAAN
PENELITIAN
A.
Tempat
dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Lahan Pertanian desa
Karang Sari Kecamatan Belitang III
Daerah Irigasi Komering. Waktu
pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan selesai.
B.
Bahan
dan Alat
Bahan yang digunakan
pada penelitian ini adalah: 1) Bibit padi, 2) Pupuk organik, 3) Pestisida
organik, 4) Air, dan 5) Kertas Milimeter.
Alat yang digunakan
adalah: 1) Pintu air, 2) Parang, 3) Alat
penyemprot, dan 4) Pipa paralon.
C.
Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif dengan pengamatan langsung dan hasil yang
diperoleh akan dianalisis dan disajikan dengan menggunakan tabulasi dan grafik.
Dengan perlakuan:
1.
Tergenang
2.
Terputus-putus
3.
Macak-macak
D.
Cara
Kerja
1. Penyemaian
benih padi varietas Ciliwung.
Pada metode SRI digunakan teknik khusus
yaitu benih diseleksi menggunakan larutan garam. Air dimasukkan ke dalam toples
dan dimasukkan sebuah telur, kemudian dimasukkan garam perlahan-lahan dan
diaduk hingga telur mengapung (sebagai penanda larutan siap digunakan).
Kemudian dimasukkan benih yang akan ditanam ke dalam larutan garam tersebut.
Benih yang tenggelam adalah benih berkualitas baik. Benih yang baik diambil,
disisihkan dan dibersihkan dengan air hingga larutan garam tidak menempel.
Selanjutnya benih diperam selama 1 hari 1 malam dan benih siap untuk dsemaikan.
Pada metode SRI persemaian bisa
dilakukan menggunakan wadah dengan kebutuhan benih yang sedikit yaitu antara
5-10 kg/ha.
2. Penyiapan
petak percobaan dan pintu air sederhana.
Petak sawah berukuran 10x7 m dibagi
menjadi 3 petak yang dipisahkan oleh gundukan tanah sehingga setiap petak
berukuran 10x2 m. Masing-masing petak memiliki pintu untuk sarana irigasi dan
drainase di pangkal dan ujungnya. Pintu
terbuat dari papan berukuran 1x0,8 m
dengan tebal 2 cm.
3. Pembuatan
saluran ke petak percobaan.
Saluran kuarter dihubungkan dengan lahan
pertanian sehingga irigasi dapat masuk dan mengairi lahan.
4. Pengolahan
tanah.
Pengolahan lahan untuk pertanian
konvensional dan pertanian dengan metode SRI hampir sama, yaitu menggunakan
tenaga manusia, hewan atau traktor dengan urutan tanah dibajak, digaru dan
diratakan. Perbedaanya adalah pada metode SRI
disebarkan pupuk organik pada
saat digaru.
5. Fase
penggenangan dengan kondisi macak-macak untuk seluruh areal petak.
Ketiga petak percobaan sebelum ditanam
digenangi selama 1-2 hari setinggi 2 cm.
selanjutnya, petak dibuat mal jarak tanam berukuran 35 x 35 cm.
6. Pemindahan
bibit tanaman padi.
Pada metode SRI bibit diangkat (tidak
dicabut) bersama tanah yang melekat pada akar
dan langsung ditanam di sawah (kurang dari 30 menit). Benih ditanam
setelah brumur 7-12 hari dengan kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran
horizontal berbentuk huruf L dan tiap lobang berisi 1 bibit.
7. Membuat
perlakuan petak masing-masing tergenang, putus-putus, dan macak-macak.
a. Tergenang
Petak sawah diairi terus menerus dan
dibiarkan tergenang setinggi 5-7 cm setelah penanaman sampai fase
pembungaan.
b.
Terputus-putus
Air
di areal tanam diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam
periode tertentu. Metode ini dipraktekkan mulai tanam sampai satu minggu
sebelum tanaman berbunga. Sawah baru diairi apabila kedalaman muka air tanah
mencapai + 15 cm, diukur dari permukaan tanah. Hal ini dapat diketahui dengan
bantuan alat sederhana dari paralon belubang yang dibenamkan ke dalam tanah.
Penggenangan air paling baik dilakukan pada sore hari sehingga air yang berada
di permukaan mulai mengering keesokan harinya. Sisa air yang ada di sawah
dikeluarkan.
c.
Macak-Macak
Sistem
pemberian air kondisi macak-macak yaitu lahan dalam kondisi melumpur pada saat
penanaman bibit. Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm. Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau
sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari kemudian diairi kembali
setinggi 5 – 10 cm. Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan
terus digenangi air setinggi 2 cm dan selanjutnya dikeringkan untuk mempercepat
dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen.
8. Proses
budidaya padi :
a. Pemberian
pupuk dasar berupa pupuk organik.
b. Perawatan
dilakukan penyiangan gulma dengan manual menggunakan tenaga manusia dan
mengontrol tinggi muka air ketiga petak percobaan.
c. Pemberantasan
hama dan penyakit menggunakan pestisida organik langsung ke tanaman.
9. Pengamatan
:
a. Tinggi
air yang diberikan,
b. Perkolasi,
evaporasi, transpirasi,
c. Jumlah
anakan/tanaman,
d. Berat
kering berangkasan,
e. Berat
gabah kering panen/luas.
E.
Parameter
yang Diamati
Parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1) tinggi muka air, 2) tingkat
evapotranspirasi, 3) tingkat perkolasi, 4) jumlah malai per tanaman, 5) tinggi
tanaman, 6) jumlah anakan, 6) berat gabah panen kering, dan 7) jumlah air
irigasi.