Senin, 07 Oktober 2013

tractor case (use SRAF)


Asumsi : Tractor yang telah di uji pada concrete surface dan ditemukan kekuatan  129,92 kW pada horizontal drawbar pull 32,25 kN pada kecepatan 14,50 km/hr dengan slip 2,19%. Massa traktor 12701 kg of which 65 kN is the vertical static rear axle force (SRAF). Tentukan pada firm soil with a semimounted implement is desired.
1.      Upper left quadrant at 2,19% slip. Tarik garis ke concrete curve, turn up, read 0,865 drawbar power/axle power ratio.
Axle power = 129,92/0,865 = 150,19
2.      The no-load forward speed = 14,50/(1-0,0219) = 14,82 km/hr
3.      SRAF/axle power ratio = 65/150,19 = 432,78 N/kW
4.      Lower right quadrant at the no-load speed and move to the right, turn up at the 432,78 SRAF/axle power line terminate at the curve, S in the firm soil area, upper right quadrant.
5.      Move horizontally left from the terminal point in 4 above through the slip axis (11%) to the curve, Sin the firm soil area, upper left quadrant drop vertically to read a drawbar pull/SRAF value of 0,52. The  drawbar pull is thus 0,52 x 65 = 33,8 kN
6.      From the turning point in S above continue horizontally left (solid line) to the firm soil curve, turn upward to read 0,77 =  drawbar power/axle power. The drawbar power is 0,77 x 150,19 = 115,64 kW.
7.      From the terminal in above, move down, parallel to lines having constant actual speed, to the horizontal axis. Then drop vertically to the 432,78 SRAF/axle power turning line. Go horizontally left an read 13,5 km/hr actual forward speed.


This tractor could be expected to exert a maximum pull of 33,8 kN on a semi mounted implement at 13,5 km/hr with 11% slip on firm soil.

alat dan mesin budidaya pertanian

6. Seedbed Preparation

A.    Tilt angle dan disk angle:
Sudut olah (Tilt angle) adalah sudut yang dibentuk oleh piringan terhadap garis vertikal yang tegak lurus terhadap arah penarikan. Sudut  kemiringan piringan terhadap sumbu vertikal (tilt angel) dapat diatur dari 15o sampai 25 o melalui tilt adjusment yang terdapat pada batang pengikat piring.
Sudut piringan (disks angle) adalah sudut yang dibentuk oleh piringan yang terpasang pada rangka terhadap arah penarikan bajak. Sudut kemiringan piringan terhadap disk angle dapat diatur dari 42o sampai 45o.  Pada saat beroperasi bajak piringan tersebut dapat berputar akibat terjadi interaksi antara piringan dan permukaan tanah.
 
B.     Kapasitas Kerja, Field Capacity dan Efisiensi Kerja
·         Kapasitas kerja/ kapasitas lapang efektif yaitu nisbah antara luas tanah hasil pengolahan dengan waktu kerja total (ha/jam).
·         Field Capacity/ kapasitas lapang teoritis yaitu luasan pengolahan tanah per satuan waktu berdasarkan perhitungan lebar dan kecepatan kerja teoritis (ha/jam)
·         Efisiensi kerja/ efisiensi lapang yaitu nisbah antara kapasitas lapang efektif (KLE) dengan kapasitas lapang teoritis (KLT) (%).

C.     ISTILAH :
6.1 Sistem listing adalah pembuatan tempat persemaian dengan membagi lahan menjadi beralur tanpa pembalikan tanah dan dirancang  khusus  untuk  menanam  benih-benih  kecil  atau  rumput-rumputan  dalam  baris  dan  alur  yang  sempit  serta  kedalaman  yang  seragam dan tidak terlalu dalam.  Pengoperasian   alat-alat  mekanis  dalam  baris  kecil  sekali kemungkinannya.
 Sistem  baris  lebar (bedding)  ini dilakukan dengan cara membalikan lapisan tanah sehingga lapisan tanah dibawah menjadi keatas dan yang diatas ke bawah. Hal ini dilakukan untuk memenuhi unsur hara yang diperlukan tanaman. Bedding dibuat  untuk menempatkan benih-benih dalam tanah dengan jarak baris  tanam satu dengan yang lain cukup lebar, sehingga akan mungkin  dilakukan  penyiangan  dan  meningkatkan  efisiensi  pemanenan.  Alat  penanam  seperti  ini  banyak  digunakan  untuk  tanaman  seperti : jagung, kapas, sorgum, serta kacang-kacangan.

6.2 Garu piring :  Garu ini dapat  menyisir lurus, cakupan mudah menarik dan maksimal. Ideal untuk pengolahan tanah primer, persiapan persemaian atau disatukan dengan pengolahan tanah menggunakan bahan kimia, Tandem disk memiliki daya tahan dan pemeliharaan yang sulit.  Gaya yang bekerja pada bajak garu piring: Garu mempunyai penetrasi tanah yang dangkal karena pada saat memotong tanah hanya melempar tanah ke satu arah saja  sehingga terjadi aksi ganda bila piringan yang di depan berlawanan arah dengan yang di belakang dalam melempar tanah. Piringan dapat bersisi rata atau bergerigi. Piringan yang bergerigi biasanya digunakan pada lahan yang mempunyai banyak sisa-sisa tanaman. Ukuran umum berkisar antara 45 sampai 60 cm, sedangkan untuk tugas berat (heavy duty) antara 65 sampai 70 cm.
Piringan dipasang pada suatu as yang berbentuk persegi dengan jarak antara 15 sampai 22 cm, atau 25 sampai 30 untuk tugas berat dan masing-maing dipisahkan oleh gelondong (spool).  Pada ujung as di bagian cembung piringan ditempatkan bumber berupa besi tuang yang cukup berat untuk menambah tekanan ke samp ing. Apabila garu piring tidak cukup berat untuk memecah tanah, maka dapat ditambah beban yang ditempatkan pada kotak pemberat.  Untuk membersihkan tanah yang melekat pada piringan, biasanya setiap piringan dilengkapi dengan pengeruk tanah (scraper) yang diikat pada rangka agar terjadi penetrasi yang cukup dalam terhadap tanah.
6.3 Offset disk harrow :
Apabila posisi garu piring dalam penggandengannya dengan traktor menyamping, maka garu tersebut disebut garu offset.
Offset Disc Harrow adalah alat hidraulik yang dioperasikan dan dipasang pada traktor. Hal ini dirancang untuk digunakan pada kebun buah. Konstruksi kaku dan kedalaman penetrasi serta berat piringan disesuaikan untuk penggunaan dalam tanah yang sulit, sementara offset disk untuk traktor, dengan kedalaman kerja dikontrol hidrolik, piringan dan sudut yang kecil. Memiliki 14 Disc ukuran 20", 22" atau 24 "dalam dua gang, 7 Disc bergigi pada bagian depan. dan belakang 7 Disc polos. Gang depan dapat bergerak dan pindah ke kanan atau kiri. Posisi disk tergantung pada jumlah dan arah seimbang yang diperlukan. Bajak garu piring ini titik tengah dari tiitik operasi karena cenderung menggeser Piringan dari bajak garu pada saat beroperasi dapat menggelinding dan berputar, sehingga bukan telapak bajak yang harus meluncur sehingga diharapkan dapat mengurangi gesekan dan tahanan tanah (draff) yang terjadi.


Jumat, 16 Agustus 2013

03 07 2012

Gelap dan hening nya malam mengumpulkan berkas-berkas kerinduan...
Hati ini tumpah ruah meraung-raungkan hadirmu....
Cinta dalam kerinduan....
Oh pencinta....
Oh asmara....
Menggelorakan tiap desahan nafasku...
Mengoyakkan tiap ketakutan...
Oh pencinta....
Taman ini sengaja berbunga untukmu...
Memekarkan kelopak kehidupan dengan warna-warna cerahmu...
Oh pencinta....

Reuni Akbar SMAN 4 Palembang 11082013

https://www.youtube.com/watch?v=s4Wx3anHi5M&feature=youtube_gdata_player

Jumat, 10 Februari 2012

Diskusi Pra Penelitian

DISKUSI MAHASISWA JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Judul               : Pengaruh Metode Pemberian Air pada SRI (System of Rice
Intensification) Terhadap Efisiensi Irigasi dan Produksi Tanaman Padi (Oriza sativa L.)
Pemrasaran      : Sartika / 05081006006
Pembimbing    : 1. Dr. Ir. Edward Saleh, M.S
  2. Ir. Rahmad Hari Purnomo, M.Si
Hari/Tanggal   : Senin / 9 Januari 2012
Waktu             : 10.00 WIB - selesai
Tempat            : Ruang Seminar/Diskusi Jurusan Teknologi Pertanian
                          Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk golongan rumput - rumputan.  Tanaman padi dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu  padi kering  yang tumbuh pada lahan kering dan padi sawah yang memerlukan air menggenang. Tanaman padi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah padi sawah. Padi pada umumnya dibudidayakan dengan sistem pemberian air penggenangan terus menerus.  Tanaman diberi air dan dibiarkan tergenang mulai beberapa hari setelah tanam hingga beberapa hari menjelang panen.  Penggenangan terus menerus memiliki kelemahan yaitu memerlukan air dalam jumlah yang besar, hama dan penyakit tanaman akan lebih mudah menyebabkan infeksi pada tanaman tersebut (Hidayat, 2001).
Padi pada umumnya memerlukan air pada keadaan seimbang, yaitu keadaan pada saat air tersedia sama dengan kebutuhan tanaman.  Kekurangan dan kelebihan air dapat mengganggu proses metabolisme bahkan akan mematikan tanaman.  Keseimbangan  pemberian air pada padi akan sangat menentukan tingkat pertumbuhan dan produktivitas hasil (Astuti, 2010).
Pada pertanian modern terdapat sistem pemberian air baru yang lebih dapat menghemat air dan mengurangi gulma yang ada pada lahan pertanian.  Pertanian padi modern organik yang mulai dikembangkan adalah padi metode System of Rice Intensification (SRI).  System of Rice Intensification (SRI) merupakan sistem budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien berbasis pada pengelolaan tanaman, biologi tanah, tata air dan pemupukan secara terpadu untuk meningkatkan pertumbuhan sistem perakaran, jumlah anakan, keragaman hayati (biodeservity) dan kekuatan biologis tanah dalam mendukung peningkatan produktivitas padi.  Konsep pemikiran SRI adalah pada dasarnya padi bukan merupakan tanaman air, tetapi hanya membutuhkan air dalam jumlah tertentu.  Irigasi hemat air pada budidaya padi dilakukan dengan memberikan air irigasi secara terputus (intermittent) berdasarkan periode pertumbuhan antara periode basah (genangan dangkal) dan kering.   Cara lain adalah dengan memberikan air yang sedikit yang cukup untuk melembabkan tanah atau dikenal sebagai system macak-macak (Subagyono, 2001).
Ketiga metode di atas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Melalui penggenangan terus menerus padi akan selalu terendam air sehingga kebutuhan air tanaman selalu terpenuhi dan pertumbuhan gulma dapat diminimalkan.  Tetapi memiliki banyak kelemahan seperti yang disebut diatas.  Selain itu  pemberian pupuk menjadi tidak efisien karena pupuk akan larut dalam air atau tidak langsung ke tanah.  Pemberian air dengan sistem terputus memberikan keuntungan pada petani yaitu penggunaan air yang sedikit dan dapat digunakan kembali untuk lahan lainnya. Sistem pemberian air kondisi macak-macak yaitu lahan dalam kondisi macak-macak atau kondisi melumpur pada saat penanaman bibit (Kalsim et.al, 2007). Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm.  Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari kemudian diairi kembali setinggi 5 – 10 cm.  Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi air setinggi 5 cm, selanjutnya lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen (Hendayana, 2011).  Keuntungan  dengan pengairan macak-macak adalah dapat menghemat lebih dari 40% dibanding pengairan tergenang.
Untuk daerah-daerah yang penyediaan airnya terbatas, pemberian air terputus-putus dan macak-macak dapat menghemat air sehingga menjamin kestabilan penyediaan air untuk seluruh daerah.  Untuk daerah yang penyediaan airnya cukup banyak, kelebihan air akibat penggunaan yang hemat dapat digunakan untuk perluasan areal atau penggunaan untuk industri. Selain itu kedua cara tersebut dapat memperbaiki aerasi (kandungan udara) tanah sehingga menghindarkan tanaman dari keracunan bakteri atau keracunan lain yang merugikan.  Jika petani telah yakin penggunaan cara ini tidak akan merugikan, maka cara ini juga akan mengurangi perselisihan petani pada saat penyediaan air berkurang.  Kedua pengairan hemat air irigasi ini dapat menghambat pertumbuhan hama dan menyebabkan penggunaan pupuk menjadi lebih efisien. Kelemahan kedua sistem ini adalah hanya dapat diterapkan pada lahan yang telah memiliki jaringan irigasi dan pertumbuhan gulma lebih cepat (Hilman, 2011).
Tanaman padi dan kebutuhan air sangat berhubungan.  Kebutuhan air untuk pengolahan tanah sampai siap tanam (30 hari) mengkonsumsi air 20% dari total kebutuhan air untuk padi sawah dan fase bunting sampai pengisian bulir (15 hari) mengkonsumsi air sebanyak 35 %.  Berdasar data tersebut sebetulnya sejak tanam sampai memasuki fase bunting tidak membutuhkan air banyak, demikian pula setelah pengisian bulir.  Oleh sebab itu pada  saat 15 hari sebelum panen, padi tidak roboh dan  pemberian air  perlu lagi dihentikan (Taufik, 2008).
Efisiensi penggunaan air di petakan dapat dilakukan dengan mengairi sawah dalam keadaan terputus atau macak-macak.  Setelah tanaman padi berumur 14 hari sampai periode bunting tidak memerlukan air yang banyak.  Kebiasaan petani menggenangi sawahnya sampai 5 cm bahkan lebih karena petani tidak membayar air yang digunakan tersebut sehingga cenderung boros dalam penggunaan air.  Penerapan irigasi terputus dan macak-macak sampai periode bunting menyebabkan air dapat dihemat (Taufik, 2008).
Efisiensi penggunaan air di petak sawah di Indonesia selama ini dilakukan dengan mengelola pasokan air yang ada dengan membagi beberapa daerah irigasi menjadi beberapa golongan dan menentukan pola tanam.  Selain itu juga dengan menggilirkan pemberian air.  Secara teoritis, pemberian air pada petak sawah dengan sistem macak-macak dan terputus dapat mengefisienkan penggunaan air, terutama pada saat kekurangan air (Sumaryanto, 2006).
Sistem irigasi penggenangan terus-menerus pada padi sawah menyebabkan banyak air yang terbuang.  Sistem irigasi dengan menjaga air tetap macak-macak atau diberikan secara terputus bahkan terkadang kering dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air (Shastry et al., 2000).  Efisiensi penggunaan air pada budidaya padi sawah dengan kondisi tidak tergenang sebesar 19.581%, sedangkan pada pengairan penggenangan terus-menerus efisiensinya sebesar 10.907% (Sumardi et al., 2007).
Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian mengenai metode pemberian irigasi terhadap efisiensi irigasi dan produktivitas hasil gabah menggunakan ketiga metode tersebut.  Melalui ketiga metode tersebut akan diperoleh sistem pemberian air yang paling efisien bagi padi dan memaksimalkan produktivitas padi.

B.     Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pemberian air paling baik dalam kaitan dengan efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman padi.

C.    Hipotesis
Diduga metode pemberian air berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman padi.

II.                PELAKSANAAN PENELITIAN

A.    Tempat dan Waktu
             Penelitian ini akan dilaksanakan di Lahan Pertanian desa Karang Sari Kecamatan Belitang III Daerah Irigasi Komering.  Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan selesai.

B.     Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1) Bibit padi, 2) Pupuk organik, 3) Pestisida organik, 4) Air, dan 5) Kertas Milimeter.
Alat yang digunakan adalah:  1) Pintu air, 2) Parang, 3) Alat penyemprot, dan 4) Pipa paralon.

C.    Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pengamatan langsung dan hasil yang diperoleh akan dianalisis dan disajikan dengan menggunakan tabulasi dan grafik. Dengan perlakuan:
1.      Tergenang
2.      Terputus-putus
3.      Macak-macak

D.    Cara Kerja
1.      Penyemaian benih padi varietas Ciliwung.
Pada metode SRI digunakan teknik khusus yaitu benih diseleksi menggunakan larutan garam. Air dimasukkan ke dalam toples dan dimasukkan sebuah telur, kemudian dimasukkan garam perlahan-lahan dan diaduk hingga telur mengapung (sebagai penanda larutan siap digunakan). Kemudian dimasukkan benih yang akan ditanam ke dalam larutan garam tersebut. Benih yang tenggelam adalah benih berkualitas baik. Benih yang baik diambil, disisihkan dan dibersihkan dengan air hingga larutan garam tidak menempel. Selanjutnya benih diperam selama 1 hari 1 malam dan benih siap untuk dsemaikan.
Pada metode SRI persemaian bisa dilakukan menggunakan wadah dengan kebutuhan benih yang sedikit yaitu antara 5-10 kg/ha.
2.      Penyiapan petak percobaan dan pintu air sederhana.
Petak sawah berukuran 10x7 m dibagi menjadi 3 petak yang dipisahkan oleh gundukan tanah sehingga setiap petak berukuran 10x2 m. Masing-masing petak memiliki pintu untuk sarana irigasi dan drainase di pangkal dan ujungnya.  Pintu terbuat dari papan berukuran  1x0,8 m dengan  tebal 2 cm.
3.      Pembuatan saluran ke petak percobaan.
Saluran kuarter dihubungkan dengan lahan pertanian sehingga irigasi dapat masuk dan mengairi lahan.
4.      Pengolahan tanah.
Pengolahan lahan untuk pertanian konvensional dan pertanian dengan metode SRI hampir sama, yaitu menggunakan tenaga manusia, hewan atau traktor dengan urutan tanah dibajak, digaru dan diratakan. Perbedaanya adalah pada metode SRI  disebarkan pupuk organik pada  saat digaru.
5.      Fase penggenangan dengan kondisi macak-macak untuk seluruh areal petak.
Ketiga petak percobaan sebelum ditanam digenangi  selama 1-2 hari setinggi 2 cm. selanjutnya, petak dibuat mal jarak tanam berukuran 35 x 35 cm.
6.      Pemindahan bibit tanaman padi.
Pada metode SRI bibit diangkat (tidak dicabut) bersama tanah yang melekat pada akar  dan langsung ditanam di sawah (kurang dari 30 menit). Benih ditanam setelah brumur 7-12 hari dengan kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran horizontal berbentuk huruf L dan tiap lobang berisi 1 bibit.
7.      Membuat perlakuan petak masing-masing tergenang, putus-putus, dan macak-macak.
a.       Tergenang
Petak sawah diairi terus menerus dan dibiarkan tergenang setinggi 5-7 cm setelah penanaman sampai fase pembungaan. 
b.      Terputus-putus
Air di areal tanam diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu. Metode ini dipraktekkan mulai tanam sampai satu minggu sebelum tanaman berbunga. Sawah baru diairi apabila kedalaman muka air tanah mencapai + 15 cm, diukur dari permukaan tanah. Hal ini dapat diketahui dengan bantuan alat sederhana dari paralon belubang yang dibenamkan ke dalam tanah. Penggenangan air paling baik dilakukan pada sore hari sehingga air yang berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya. Sisa air yang ada di sawah dikeluarkan.
c.       Macak-Macak
Sistem pemberian air kondisi macak-macak yaitu lahan dalam kondisi melumpur pada saat penanaman bibit. Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm.  Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari kemudian diairi kembali setinggi 5 – 10 cm. Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi air setinggi 2 cm dan selanjutnya dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen. 
8.      Proses budidaya padi :
a.       Pemberian pupuk dasar berupa pupuk organik.
b.      Perawatan dilakukan penyiangan gulma dengan manual menggunakan tenaga manusia dan mengontrol tinggi muka air ketiga petak percobaan.
c.       Pemberantasan hama dan penyakit menggunakan pestisida organik langsung ke tanaman.
9.      Pengamatan :
a.       Tinggi air yang diberikan,
b.      Perkolasi, evaporasi, transpirasi,
c.       Jumlah anakan/tanaman,
d.      Berat kering berangkasan,
e.       Berat gabah kering panen/luas.

E.     Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1) tinggi muka air, 2) tingkat evapotranspirasi, 3) tingkat perkolasi, 4) jumlah malai per tanaman, 5) tinggi tanaman, 6) jumlah anakan, 6) berat gabah panen kering, dan 7) jumlah air irigasi.